Kamis, 17 Maret 2011

Seputar Gempa dan Tsunami Jepang

Dampak Gempa dan Tsunami Jepang

Gempa kembali mengguncang Jepang, Jumat siang, pukul 14.46 waktu setempat. Guncangan berkekuatan 8,9 Skala Richter (SR) yang diikuti gempa susulan berkekuatan 7,4SR itu berpusat di 130km sebelah timur Sendai, Honshu, atau 373km tenggara Tokyo pada kedalaman 24km.

Gempa mengakibatkan tsunami yang menyapu kawasan pesisir Timur Laut negeri itu, khususnya yang berada dekat dengan episentrum. Gempa juga menghancurkan sejumlah bangunan.

Berdasarkan data Badan Meteorologi Jepang, gempa yang terjadi merupakan terdahsyat dalam kurun 140 tahun terakhir. Skalanya melampaui gempa besar di Kanto, Honshu, 1 September 1923. Saat itu, gempa yang membunuh sedikitnya 140 ribu warga di kawasan Tokyo hanya berkekuatan 7,9 SR.

Sebagai gambaran betapa dahsyatnya gempa kali ini, jika dibandingkan dengan gempa besar Kobe yang terjadi pada tahun 1995 lalu, skalanya jauh lebih besar. Ketika itu gempa Kobe hanya mencapai 7,2SR. Padahal, gempa Kobe memicu kerugian ekonomi hingga US$100 miliar dan diklaim sebagai bencana alam paling mahal sepanjang sejarah negeri Sakura.

Sama seperti Indonesia, Jepang merupakan salah satu negara yang sering mengalami gempa bumi karena terletak di wilayah lingkar api Pasifik. Bagi negara-negara di kawasan tersebut, gempa dengan skala besar bukanlah hal yang aneh.

Di negeri matahari terbit itu, menurut Kevin McCue, seismolog dan profesor dari Central Queensland University di Canberra, Australia, tujuh gempa bumi dengan magnitudo 8 skala richter telah mengguncang Jepang sejak tahun 1891 lalu.

Dan sama seperti beberapa gempa dahsyat terdahulu, gempa 11 Maret 2011 ini disebabkan oleh dorongan patahan (thrust faulting). Dalam kondisi demikian, bebatuan yang terletak di bagian bawah kerak bumi didorong ke atas lapisan lempeng bumi lainnya.

Dorongan ini terjadi di sepanjang atau di dekat perbatasan lempeng Pasifik, sebuah lempeng tektonik yang ada di dasar samudera Pasifik yang terus bergerak. Dan alasan mengapa frekuensi gempa dahsyat lebih tinggi di Jepang dibandingkan dengan di kawasan lain adalah karena laju pergerakan lempeng Pasifik di sekitar negeri itu lebih tinggi dibanding dengan di kawasan lain.

***

Menurut Pacific Tsunami Warning Center, arus tsunami yang dipicu gempa dahsyat di Sendai itu akan mengalir ke sejumlah negara lain khususnya mereka yang berada di kawasan samudera Pasifik. Mulai barat hingga tenggara Asia, Selandia Baru sampai negara di kawasan timur Amerika.

Meski demikian, tinggi tsunami yang mencapai sekitar 10 meter di Jepang tidak sampai merusak di kawasan-kawasan lain. Di Taiwan, peringatan tsunami telah dicabut karena gelombang tidak sampai mengakibatkan kerusakan. Namun penduduk di pesisir tetap diminta waspada akan adanya gelombang yang akan datang.

Di Indonesia, gelombang tsunami juga sudah tiba di wilayah Bitung (Sulawesi Utara) dan Halmahera (Maluku Utara). Beruntung, ketinggian gelombang tsunami di dua wilayah itu hanya sekitar 10 sentimeter. Adapun di kawasan Papua, ketinggian tsunami juga hanya sekitar 40 sentimeter.

Di Filipina, pemerintah mengevakuasi lebih dari 90 ribu warga yang tinggal di pesisir sejak Jumat sore. Menurut Jukes Nunez, petugas operasional dari Albay public safety and emergency management office south of Manila pada Wall Street Journal, pihaknya memperkirakan gelombang akan terus datang selama beberapa jam setelah gelombang pertama hadir dengan gelombang tertinggi akan mencapai sekitar satu meter.

Di Selandia Baru, aparat terkait memperingatkan bahwa jika tsunami terjadi, ia bisa tiba di kawasan utara negeri itu hingga Sabtu pukul 6 pagi hari waktu setempat. Negara itu tengah berupaya pulih dari bencana gempa bumi yang memporakporandakan Christchurch, kota terbesar kedua mereka pada bulan lalu.

***

Gempa bumi terjadi hanya beberapa menit sebelum penutupan perdagangan di Tokyo Stock Exchange sukses menurunkan indeks Nikkei sebesar 179,95 poin atau 1,7 persen menjadi 10.254,43. Penutupan ini merupakan level penutupan terendah sejak 31 Januari 2011. Serupa halnya yang terjadi dengan indeks berjangka Nikkei 225 yang ditutup turun 200 poin atau 1,9 persen pada level 10.170 di Osaka Securities Exchange.

Apa yang terjadi di bursa Jepang juga menjalar ke bursa Asia lainnya, Indeks saham Hong Kong, Hang Seng (HSI). misalnya, juga turun 1,8 persen dan Nikkei Futures di Singapura anjlok lebih dari tiga persen. Di pasar uang, seperti dilansir situs news.yahoo.com, kurs Yen jatuh ke 83,29 yen per dolar AS. Padahal sesaat sebelum gempa, posisinya ada di 82,80 yen per dolar AS.

Cerita serupa datang dari sektor industri. Hokuriku Electric Co., perusahaan pemasok energi mengumumkan penghentian semua reaktor nuklir Onagawa, Jepang, per Jumat 11 Maret 2011. Penutupan ini menyusul terjadinya gempa dan stunami. Namun, Hokuriku menyatakan, tidak ada kebocoran nuklir pada ketiga reaktor itu.

Dilansir dari kantor berita Jiji News, Electric Power Development (J-Power) juga menghentikan operasi pabrik tenaga panas bumi Isogo di Yokohama.

Gempa dan tsunami juga telah membakar kilang Chiba Cosmo Oil Co, Tokyo. JX Nippon Oil & Energy Corp menghentikan operasi di tiga kilang di Sendai, Kashima, dan Negishi.

Media Jepang juga melaporkan adanya kebakaran di pabrik baja JFE Holdings Inc di Chiba. Namun, JFE, perusahaan baja terbesar kelima dunia mengatakan tidak ada dampak besar atas kebakaran itu.

Primearth EV Energy Co Ltd, perusahaan patungan antara Panasonic Corp dan Toyota yang membuat baterai untuk kendaraan ramah lingkungan, juga menutup pabriknya. Tingkat kerusakan tidak jelas, namun seorang juru bicara mengatakan, kerusakan tampaknya tidak besar.

Gempa besar disusul gelombang tsunami juga membuat pemerintah terpaksa menutup beberapa bandara, termasuk bandara internasional Jepang, Narita. Berbagai penerbangan yang seharusnya mendarat di bandara ini sempat tertahan atau mengambil jalur lain.

Kantor berita Kyodo, Jumat, 11 Maret 2011 menyebutkan, bandara Narita yang merupakan gerbang internasional memasuki Jepang terpaksa ditutup untuk semua penerbangan. Semua penumpang dan pengunjung dievakuasi keluar gedung.

Bandara Ibaraki, terletak 80 kilometer dari Tokyo, atapnya runtuh diguncang gempa. Padahal bandara ini baru dibuka selama satu tahun. Dua dari empat jalur landasan pacu bandara Haneda, bandara tersibuk di Jepang, juga tidak bisa digunakan akibat rusak. Akibat penutupan ini, penerbangan internasional banyak yang tertahan atau merubah jalur penerbangan.

Sumber: http://fokus.vivanews.com/news/read/209038-tsunami-jepang
Tanggal: Sabtu, 12 Maret 2011, 05:19 WIB


Badan Meteorologi Jepang: Kekuatan Gempa Jepang 9,0 SR

Badan Meteorologi Jepang merevisi kekuatan gempa yang terjadi pada Jumat, 11 Maret 2011 menjadi 9,0 skala richter. Bukan 8,8 richter seperti yang sebelumnya diumumkan.

Dalam laman NHK, Badan Meteorologi Jepang melakukan koreksi setelah menganalisa gelombang seismik dan berdasarkan data lainnya. Kekuatannya setara dengan gempa bumi yang terjadi di Sumatera, Indonesia pada 2004 yang memicu tsumani besar di Samudera Hindia.

Badan itu mengatakan zona gempa sepanjang 500 kilo meter dan lebarnya 200 kilo meter. Getarannya berlangsung lebih dari 5 menit.

Menurut kantor tersebut, hanya ada 4 gempa tercatat dengan besaran lebih dari 9 skala richter. Gempa terbesar terjadi di Chili yaitu 9,5 skala richter pada 1960 yang menewaskan lebih dari 1.600 orang. Gempa ini juga memicu tsunami di Jepang, yang membuat 142 orang tewas. Sedangkan gempa di Sumatera berkekuatan 9,1 skala richter. Tsunami raksasa ini menewaskan lebih dari 200 ribu orang.

Seperti diketahui, gempa utama terjadi pada Jumat, 11 Maret 2011 pukul 14.46 waktu setempat. Badan Survei Geologi AS menilai gempa pertama berkekuatan 8,9 skala richter.

Sumber: http://dunia.vivanews.com/news/read/209201-jepang-merevisi-kekuatan-gempa-menjadi-9-sr
Tanggal: Minggu, 13 Maret 2011, 16:26 WIB


Tsunami Menyapu Natori dari Peta

Gempa 9 Skala Richter yang memicu gelombang 'dinding air' tsunami di Jepang diyakini telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang. Tak cuma itu, Tsunami juga telah membuat sejumlah desa dan kota kecil di dekat pusat gempa, Sendai, Prefektur (setingkat provinsi) Miyagi, seolah tinggal nama di peta.

Tiga hari setelah gempa dahsyat 11 Maret lalu, wartawan CBS News, Ben Tracy, mendatangi Natori, sebuah kota pertanian kecil di kawasan Sendai. Dan dia melihat betapa kota kecil ini tinggal puing-puing, seperti tempat sampah raksasa. Kota ini juga sudah kosong melompong. Sekitar 74 ribu warga yang sebagian besar adalah petani, ada yang mengevakuasi diri, banyak juga yang hilang dan tewas.

Ketika masuk ke pedesaan ini, Tracy menyaksikan beberapa titik api masih menyala. Reruntuhan bangunan berserakan dimana-mana. Mobil-mobil darurat adalah satu-satunya jenis kendaraan yang melintas di jalan dan seorang lelaki adalah satu-satunya manusia yang bertahan hidup di situ.

Semua menghilang. Begitu juga dengan tempat tinggal mereka, yang rata dengan tanah.

"Dulu di sini ada rumah-rumah. Sekarang, semua lenyap," kata orang itu. "Lenyap, tak ada apa-apa lagi."

Sopir si wartawan CBS, Ikuo Hirai, membawa mobil melintasi jalan yang dulu biasa dia lalui saat membawa keluarganya bertamasya ke pantai. Dia seperti tak percaya pada apa yang dia lihat di sepanjang jalan.

"Tsunami," kata dia.

Apa yang terjadi pada penduduk di sini saat tsunami datang menerjang?

"Mereka tidak dapat menyelamatkan diri," kata Hirai.

Tsunami seperti menyapu Natori hilang dari peta. Ratusan orang hilang, beberapa di antaranya dikhawatirkan telah tewas. Tidak ada lagi tanda kehidupan di kota ini.

Di jalan itu juga di Natori, belum lama ini para tentara mendengar informasi bahwa seseorang terkubur di reruntuhan. Orang itu adalah salah satu yang dilaporkan hilang. Mereka akhirnya menemukannya dan membawa jenazahnya ke rumah duka.

"Menyedihkan," kata Hirai.

Toh demikian, Hirai menyimpan keyakinannya bahwa suatu saat kota ini dapat dibangun kembali, meski mulai dari titik nol lagi.


Jumlah Resmi Korban Gempa Jepang

Otoritas Jepang merilis jumlah resmi korban yang tewas dan hilang menyusul gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan wilayah pantai timur laut Jepang pada 11 Maret lalu. Sejauh ini, jumlah korban jiwa dan hilang telah mencapai lebih dari 11.000 orang.

Dari jumlah itu, sebanyak 3.676 dikonfirmasikan tewas. Demikian disampaikan badan kepolisian nasional Jepang seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (16/3/2011).

Menurut badan kepolisian nasional Jepang dan update terbarunya, jumlah orang yang hingga kini belum ditemukan menyusul bencana gempa dan tsunami Jepang adalah 7.558 orang.

Sedangkan jumlah orang yang mengalami luka-luka tercatat sebanyak 1.990 orang.

Pada Minggu, 13 Maret lalu, kepala kepolisian Miyagi mengatakan, jumlah korban jiwa diperkirakan akan melampaui angka 10 ribu orang di wilayahnya sendiri. Miyagi merupakan salah satu prefektur yang paling parah diguncang bencana gempa dan tsunami.

Sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/03/16/140917/1593199/10/korban-tewas-hilang-11000-orang
Tanggal: Rabu, 16/03/2011 14:09 WIB


Ledakan Reaktor Nuklir Akibat Gempa Jepang

Menyusul terjadinya gempa besar di Jepang, dalam empat hari, tiga unit reaktor di instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Dai-ichi meledak dan unit reaktor keempat dilaporkan terbakar hebat, beruntung dapat segera dipadamkan. Akibat peristiwa ini, zat radiaoaktif dengan kadar yang tinggi terlepas ke udara, bahkan hingga ratusan kilometer jauhnya.

Menurut kantor berita Kyodo, pasca ledakan hidrogen yang terjadi pada unit reaktor nomor dua, tingkat radiasi di sekitar lokasi PLTN mencapai 965,5 mikrosievert per jamnya.

Puncaknya, radiasi mencapai hingga 8.217 mikrosievert per jamnya. Angka ini, jauh berkali-kali lipat diatas batas radiasi normal yang diterima manusia per tahunnya.

Menanggapi hal ini, Perdana Menteri Jepang, Naoto Kan, menghimbau warga di radius lebih dari 30km dari lokasi untuk tidak keluar rumah. Warga diserukan untuk tetap berada di dalam dan menutup semua jalan masuk udara. Bahkan, menjemur pakaian pun diharapkan di dalam saja.

Sebelumnya, 170.000 warga di radius 20km dari lokasi telah diungsikan pasca ledakan reaktor pertama.

Kerusakan sistem pada reaktor nuklir Dai-ichi diawali dari matinya pendingin akibat padamnya listrik karena diguncang gempa bumi dan tsunami yang terjadi Jumat pekan lalu. Usaha untuk mendinginkan reaktor malah menyebabkan hidrogen terpapar oksigen, yang akhirnya menyebabkan ledakan.

Radioaktif Mencapai Tokyo
Menyusul peristiwa di Dai-ichi, 39 juta warga Tokyo dikejutkan oleh terdeteksinya radiasi di atas batas normal terkandung di udara kota mereka. Namun, radiasi di ibukota Jepang yang berjarak sekitar 250 km barat daya Dai-ichi ini masih tergolong kecil, tidak membahayakan manusia.

"Kami memonitor tingkat radiasi lebih tinggi dari batas normal pada Selasa pagi di Tokyo," ujar petugas pemerintah, Sairi Koga, dilansir dari laman Associated Press.

"Tapi tingkatan ini belum akan berpengaruh terhadap tubuh manusia," ujarnya lagi.

Menurut Koji Yamazaki, profesor ahli lingkungan di Universitas Hokkaido, memang benar radiasi telah sampai ke Tokyo, namun kadarnya akan sangat kecil sekali karena telah terurai oleh angin. "Jika angin semakin kencang, berarti partikel radiasi terbang semakin cepat, namun akan lebih mudah terurai," ujarnya.

Nasib baik tidak menimpa daerah lainnya di pesisir timur pulau Honshu. Di prefektur Saitama, dekat Tokyo, misalnya, radiasi mencapai 40 kali lipat lebih tinggi. Di Ichihara, prefektur Chiba, tingkat radiasi mencapai dua sampai empat kali lipat peningkatannya. Sementara itu, di prefektur Tochigi, radiasi meningkat 33 kali lipat.

Di prefektur Ibaraki, dekat dengan Fukushima, kadar radiasi mencapai 100 kali lipat lebih tinggi dari biasanya. Sedangkan,di prefektur Kanagawa, tingkat radiasi 10 kali lipat lebih tinggi dari biasanya.

Setidaknya ada tujuh efek yang berbahaya bila tubuh manusia terkena bocoran radioaktif. Penyakit yang bisa ditimbulkan antara lain rambut rontok, membunuh sel syaraf, menyebabkan kejang dan kematian mendadak. Menganggu peredaran darah, penyakit jantung hingga kerusakan sistem reproduksi.

Menurut petugas di badan cuaca Jepang, seperti dilansir dari laman MSNBC, partikel radioaktif dari ledakan reaktor maupun pelepasan yang disengaja untuk mencegah tekanan dalam reaktor, tersebar sampai ratusan kilometer akibat tertiup angin.

Menurut dia, angin saat bertiup pelan dari arah utara melalui Fukushima menuju barat daya, termasuk yang dilaluinya adalah Tokyo. Diperkirakan, angin akan segera berubah arah ke arah barat.

Warga Panik
Berita meningkatnya tingkat radiasi di berbagai tempat di Jepang membuat warga panik. Bahan-bahan makanan di berbagai supermarket di berbagai kota dilaporkan ludes diborong warga.

Berbagai barang seperti makanan kaleng, roti, air mineral. dan baterai ludes di sebagian besar toko di Ibukota Jepang, Tokyo. Di kota ini, antrean panjang mobil di stasiun pengisian bahan bakar juga terlihat.

Para pengusaha mengaku tidak pernah melihat kepanikan seperti ini sejak krisis minyak tahun 1970an. "Kebutuhan meningkat sebab warga tiba-tiba mempersiapkan situasi darurat dengan menimbun air botolan, mie instan, dan barang-barang lainnya untuk keperluan jangka panjang," ujar Shoko Amesara, Juru Bicara Saiei Inc, salah satu supermarket besar Jepang. Pembelian secara gila-gilaan ini memperburuk pasokan barang yang sebelumnya telah terhambat akibat sulitnya medan akibat tertutup puing, terhentinya operasi pabrik dan mandeknya layanan kereta.

Menteri urusan konsumen Jepang, Renho, menyerukan warga untuk tetap tenang dan berhenti menimbun bahan pokok yang tidak benar-benar dibutuhkan.

"Jika tetap dilakukan, maka wilayah yang terkena gempa akan kesulitan menerima bantuan makanan," ujar Renho dilansir dari laman Japan Today.

Sumber: http://fokus.vivanews.com/news/read/209630-teror-radioaktif-mengancam-jepang
Tanggal: Rabu, 16 Maret 2011, 00:09 WIB


Ancaman Radiasi yang Timbul akibat Meledaknya Reaktor Nuklir

Rusaknya reaktor nuklir di Fukushima Jepang pasca gempa dan tsunami, sudah sangat mengkhawatirkan. Ancaman radiasi sudah dalam tingkat yang sangat berbahaya, apalagi jika reaktor meledak.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Prof Dr Tumiran mengatakan panas tinggi mengakibatkan ledakan hidrogen sehingga terjadi bocoran radiasi partikel mencapai 400 milli sieverts per jam. Dalam kondisi normal seharusnya angka radiasi yang muncul adalah 3,6 milli sieverts per tahun.

"Angka itu merupakan jumlah yang sangat besar dan langka terjadi. Dalam angka 100 milli sieverts saja itu sudah sangat mengganggu kesehatan. Apalagi jika sampai 400 per jam. Bisa dibayangkan jumlahnya dalam satu tahun," kata Tumiran kepada wartawan di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (16/3/2011).

Dia mengatakan efek radiasi yang ditimbulkan bisa berdampak cukup serius bagi kesehatan manusia ketika paparannya cukup lama. Saat menembus tubuh maka radiasi akan mengionisasi sel tubuh yang paling lemah seperti organ reproduksi, otak dan sel darah.

"Ionisasi atau pembelahan liar sel tubuh bisa mengakibatkan kerusakan jaringan sel. Pembelahan liar juga menyebabkan penyakit kanker maupun gangguan keturunan akibat rusaknya DNA," ungkap Dekan Fakultas Teknik UGM itu.

Dia mengatakan equivalen panas yang dihasilkan sangat tergantung dengan sisa bahan bakar yang masih ada di reaktor. Kondisi paparan radiasi di Tokyo telah mencapai 0,46 mili sieverts. Sementara dalam keadaan normal hanya sekitar 0,16 mili sieverts.

"Pemerintah Jepang saat ini berusaha jangan sampai reaktor meledak. Jika meledak, berarti bencana bagi Jepang dan negara sekitar. Kandungan uranium yang besar dari hasil ledakan bisa menguap kemana-mana melalui udara dalam bentuk gelombang," katanya.

Menurutnya kondisi yang harus dihindari dalam kerusakan reaktor nuklir adalah kemungkinan ledakan akibat panas tinggi. Gempa dan tsunami telah menjadikan fasilitas listrik dan pompa pendingin tidak berfungsi. Bahkan penyimpan bahan bakar diesel juga tersapu tsunami.

"Meski 6 unit reaktor di Fukushima dalam kondisi shut down dan tidak beroperasi, tapi di dalam reaktor masih ada sisa energi sekitar 7 persen sehingga masih ada panas. Inilah yang harus diwaspadai dan pemerintah Jepang saat ini tengah berusaha keras untuk melakukan pendinginan," ungkap guru besar teknik elektro UGM itu.

Sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/03/16/181028/1593547/10/kebocoran-radiasi-nuklir-jepang-luar-biasa-besar
Tanggal: Rabu, 16/03/2011 18:10 WIB


Listrik Mati akibat Meledaknya Rektor Nuklir di PLTN

Pasca gempa dan tsunami, listrik di Jepang mati akibat kerusakan di pembangkit listrik tenaga nuklir . Saat ini sejumlah pekerja diturunkan untuk mengembalikan pasokan listrik.

Para insinyur Jepang memfokuskan usaha mereka untuk memulihkan pasokan listrik ke PLTN yang rusak akibat gempa agar bisa mengaktifkan sistem pendingin. Gempa besar dan tsunami pada 11 Maret 2011 membuat ledakan pada power supply dan generator back-up (genset) di PLTN Fukushima.

Kurangnya daya listrik mengakibatkan temperatur dalam reaktor melonjak dan batang bahan bakar yang berfungsi sebagai pendingin air menguap, memancarkan gas hidrogen dan bahan radioaktif yang memicu kebocoran dan lelehan.

Operator Pasokan Tenaga Listrik Tokyo mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan untuk memulihkan jaringan listrik yang menghubungkan ke sistem transmisi. "Saat ini, kami berkonsentrasi pada upaya pekerjaan ini," kata juru bicara Naohiro Omura seperti dikutip dari AFP, Kamis (17/3/2011).

"Jika pekerjaan restorasi selesai, kita akan dapat mengaktifkan berbagai pompa listrik dan menuangkan air ke dalam reaktor dan tabung untuk membuat bahan bakar nuklir bekas," jelasnya.

Para kru Jepang terus bergulat untuk menyelesaikan tugasnya dengan ancaman seperti kecelakaan nuklir Chernobyl pada tahun 1986. Sebelumnya mereka berpendapat, ledakan terbaru dikhawatirkan berdampak pada kerusakan wadah yang yang merupakan salah satu dari enam pembangkit reaktor inti.

Sebelumnya, uap putih keluar dari reaktor unit 3 PLTN Fukushima Daiichi pada Rabu (16/3/2011). Uap itu diduga karena kolam bahan bakar yang panas sehingga memproduksi uap. Militer Jepang pun siap menyiramkan air dengan helikopter.

Sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/03/17/083122/1593828/10/jepang-berusaha-hidupkan-kembali-listrik-pltn-fukushima
Tanggal: Kamis, 17/03/2011 08:31 WIB


Akibat Gempa Jepang, Rotasi Bumi Berkurang

Gempa dengan kekuatan 9,0 Skala Richter yang melanda Jepang, Jumat lalu mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit jumlahnya. Selain tsunami yang ditimbulkan setelah gempa, bumi juga mengalami efek akibat bencana alam ini.

Ahli geofisika NASA, Richard Gross mengeluarkan data baru mengenai penghitungan waktu di bumi setelah gempa. Menurut dia, bumi tidak lagi berputar selama 24 jam atau 86.400 detik. Setelah gempa terjadi di Sendai, rotasi bumi telah berkurang sebanyak 1,6 mikrodetik.

"Dengan mengubah distribusi massa bumi, gempa di Jepang telah menyebabkan bumi berputar lebih cepat. Hari menjadi lebih pendek 1.8 mikrodetik," kata Gross, seperti dikutip SPACE.com.

Selain waktu yang berkurang, ini juga berarti putaran bumi semakin cepat, bertambah 1.064 kilometer per jam.

Gempa bumi dengan kuatan dasyat bukan kali ini saja telah mengubah waktu di bumi. Gempa 8,8 SR di Chile yang terjadi tahun lalu telah mempercepat rotasi planet dan mempersingkat hari sekitar 1,26 mikrodetik. Kemudian gempa yang terjadi di kawasan Sumatera dengan kekuatan 9,1 SR pada 2004, telah mempersingkat hari sekitar 6,8 mikrodetik.

Gempa yang terjadi di Jepang kali ini merupakan gempa terbesar kelima di dunia yang terjadi sejak 1900. Bencana alam ini melanda lepas pantai sekitar 231 mil (373 kilometer) timur laut Tokyo dan 80 mil (130 km) timur kota Sendai.

Gempa menciptakan tsunami dahsyat yang telah menghancurkan wilayah pesisir timur laut Jepang. Sedikitnya 20 gempa susulan terjadi dengan kekuatan 6,0 atau lebih setelah gempa utama.

Sumber: http://dunia.vivanews.com/news/read/209224-hitungan-hari-jadi-pendek-usai-gempa-jepang
Tanggal: Senin, 14 Maret 2011, 00:45 WIB

Tidak ada komentar:

Random Post